Sepenggal Sejarah
Pulau Haruku
Pulau Haruku
Ada yang bilang, pulau Haruku pada mula bernama pulau Omo atau pulau Omo o (bundar) karena
kelihatan pulau ini hampir bundar. Kemudian pada waktu kedatangan orang
Eropa, pulau ini disebut pulau Buang Besi, karena sebuah kapal orang
barat yang berlabuh di negeri Oma (salah satu negeri di pulau Haruku)
putus sauhnya. Oleh sebab pelabuhan negeri Oma tidak baik untuk
berlabuhnya kapal, maka pelabuhan Haruku lah yang dipilih orang Belanda
mendjadi ibu negeri pulau ini dan menjadi tempat kediaman pegawai
Pemerintah Belanda dan juga menjadi kepala pemerintahan pulau ini.
Teristimewa di Haruku juga terdapat sebuah kota peningalan Protugis yang
dinamai "'Zeelandia” oleh Belanda .Oleh karna itu pulau ini disebut pulau Haruku.
Pulau Haruku juga disebut oleh orang tua dulu kala dengan nama NUSA AMA (Nusa= pulau, Ama= Bapak). Alkisah, tersebutlah asal usul orang Haruku adalah dari Pulau NUSA INA (Nusa= pulau, Ina= ibu) sekarang
disebut P. Seram. Karena terjadi peristiwa Rapia Hainuwele, maka
terjadi perpindahan sejumlah orang-orang Nusa Ina ke kepulauan Lease,
yakni pulau Haruku, pulau Saparua dan pulau Nusa Laut, pulau Ambon dan
juga beberapa pulau lainnya. Di pulau ini yang memerintah adalah
laki-laki dengan nama Latu Amanusa (raja yang mengangkat pulau). Oleh karena itu disebut NUSA AMA yang berarti pulau Bapak.
Orang-orang yang masuk ke Pulau Haruku kemudian melakukan babat alas
membangun wilayah yang dalam bahasa adat disebut Aman (negeri lama). Menurut
cerita orang tua dulu, ada lima Aman: Aman Thuomoi, Aman Huin, Aman Nuei, Aman Hendatu, dan Aman Heratu. Merekalah yang kemudian dipercaya sebagai cikal bakal sejarah Pulau Haruku. Karena ada Ina, tentu ada Ama. Dipecayai Pulau Haruku merupakan Ama pasangannya Ina.
membangun wilayah yang dalam bahasa adat disebut Aman (negeri lama). Menurut
cerita orang tua dulu, ada lima Aman: Aman Thuomoi, Aman Huin, Aman Nuei, Aman Hendatu, dan Aman Heratu. Merekalah yang kemudian dipercaya sebagai cikal bakal sejarah Pulau Haruku. Karena ada Ina, tentu ada Ama. Dipecayai Pulau Haruku merupakan Ama pasangannya Ina.
Pulau Haruku dapat dibagi atas dua bagain Bagian sebelah utara pulau Haruku ini bernama HATUHAHA (atas batu) dan bagian sebelah selatan bernama HATULOLU (bawah batu atau bagian bawah). Bahagian Hatuhaha atau utara pulau Haruku, didiami oleh Sembilan negeri dalam satu persekutuan erat yang disebut “Pata Rima” (Lima negeri bersaudara atau lima sehati - sekutu), terdiri dari negeri: HURARIU (Hulaliu), PELA - AU (Pellau), KAIROLO (Kailolo), KABA – AU (Kabau), AHAMONI (Ruhumoni).
Sedang bagian HATULOHU didiami oleh sembilan buah negeri dalam satu persekutuan yang rapat disebut "Pata Siwa" (Sembilan negeri bersaudara atau sembilan sehati - sekutu), terdiri dari negeri: Haru - Ukuy (Haruku), Simettele (Samet), Omo o (Oma), Karu-au (Kariu), Wassu-U ( Wasu), Ama ika , Ama tupa, Ama haruA, dan Ama Mahina. Namun negeri Ama Ika, Ama Tupa, Ama Harua dan Ama Mahina ini, kemudian berhimpun menjadi satu negeri yang disebut "AMAN HORU - I (Aha - Horu artinya negeri baru) atau yang dikenal dengan negeri ABORU. Kemudian hari negeri Kariu berpindah dari selatan ke Utara.
Negeri Haruku
Pada mulanya negeri Haruku bernama Haru – Ukuy atau yang berasal
dari sebutan orang Portugis saat akan menginjkan kaki di tanah Haruku.
Haru – Ukuy berarti pucuk/ tunas baru. Hal ini terjadi saat para pelaut
Portugis sedang mencari tempat untuk berlabuh. Mereka melihat sebuah
daratan yang disana terdapat pohon yang baru tumbuh dan akhirnya
menyebut Haru – Ukuy lalu seterusnya tempat itu dinamakan Haru – Ukuy.
Haruku
adalah salah satu negeri yang berada di pulau Haruku, Maluku Tengah
letak geografisnya di anatara pulau Ambon dan pulau Saparua. Haruku,
seperti kebanyakan negeri – negeri yang berada di Maluku tengah juga
memiliki nama Teong Negeri. Adapun nama Teong Negeri Haruku adalah,
PELASONA NANUROKO yang terdiri dari tiga kata yang masing – masing
memiliki makna sebagai berikut; PELA: persekutuan, SONA: taputar/
lingkaran dan NANUROKO: baranang lalu loko (berenang kemudian ambil).
Catatan
sejarah negeri Haruku sampai saat ini masih sangat susah ditelusuri.
Hal ini dikarenakan banyak faktor yang terjadi. Beberapa faktor itu
antara lain, dihancurkannya Rumah Raja dan Gereja negeri Haruku pada
saat Penjajahan Jepang, yang menyebabkan banyak dari catatan sejarah
peninggalan Belanda musnah terbakar. Hanya sebagian akta register yang
dapat diselamatkan dan mencadi acuan bagi penelusuran sejarah. Acuan
dari register pun hanya sampai pada tahun 1800an (catatan saya sendiri
hanya sampai 1823).
Hal
berikut yang menjadi faktor susahnya penelusuran sejarah negeri Haruku
adalah, banyak dari generasi muda Haruku diluar negeri Haruku yang tidak
menaruh minat terhadap sejarah negeri Haruku dan juga para orang tua
(masih hidup, diatas 70 tahun) yang meneruskan cerita sejarah negeri
Haruku kepada generasi muda. Saya pun saat mengumpulkan catatan tentang
negeri Haruku, melakukuan wawancara langsung ke Haruku dengan opa saya
(sepupu dari opa kandung saya) Zeth Talabessy yang kebetulan berdomisili
di negeri Haruku. Beliau mengatakan saat ini masih susah untuk
berbicara tentang sejarah negeri, karena banyak dari para sesepuh negeri
Haruku yang telah meninggal dunia dan tidak meneruskan cerita – cerita
sejarah tentang negeri. Hal ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah bagi
anak – cucu negeri Haruku di seluruh dunia.
Meskipun
susah dalam pencarian data sejarah negeri Haruku, namun saya sempat
mendapatkan sedikit cerita sejarah dan data – data yang sedikit
menceritakan tentang negeri Haruku yang akan saya sampaikan dibawah ini.
Sepenggal Kisah Negeri Haruku
Di
negeri Haruku terdapat 2 aliran sungai yaitu WAI MEME (air perempuan)
dan WAI IRA (air laki - laki). Kedua cabang air ini mengalir turun dan
membentuk aliran sungai yang diberi nama air cabang dua yang sangat
membantu kehidupan masyarakat yang memiliki dusun maupun yang tidak
memiliki dusun. Dusun di negeri Haruku dibagi menjadi dua bagian yaitu
dusun/ tanah Pusaka dan dusun/ tanah Dati. Perbedaan dusun/ tanah Pusaka
dan dusun/ tanah Dati adalah bahwa dusun/ tanah Pusaka adalah kepunyaan
perempuan dan pria, dan memiliki hak yang sama. Sedangkan untuk dusun/
tanah Dati perempuan tidak memiliki hak atasnya. Namun keduanya memiliki
persamaan yaitu yang didahulukan adalah anak yang lebih tua/ anak
pertama.
Adapun
pelabuhan di negeri Haruku adalah Labuhan besi atau yang dikenal
sebagai Labuhan Vektor. Labuhan ini sampai sekarang masih terlihat yaitu
yang menjadi tempat pemberhentian speed boat dan menjadi salah satu
pintu gerbang ke negeri Haruku selain yang berada di kampung baru.
Sayang sekali catatan sejarah tentang nama labuhan ini belum berhasil
ditemukan.
Ada
satu cerita turun temurun yang saya jumpai mengenai raja negeri Haruku.
Cerita ini menyebutkan bahwa ketika terjadi pergantian tahta
kepimimpinan dari raja kedua negeri Haruku Tunisaha Risakota (1567 –
1584) kepada penggantinya maka raja memberi kesempatan kepada saudara
mudanya (disinyalir fam/ marga Talabessy). Tapi pada saat pelantikan
calon raja tersebut tidak dapat melanjutkan perjalanan karena kakinya
luka parah (busuk/ boba) karena tertombak saat perang, maka calon raja
tersebut mengutus sahabatnya Sahurata Ruhupessy, untuk mewakili dirinya
mengambil sumpah dan draft perjanjian.
Namun,
sesampainya disana, dewan negeri menganggap bahwa yang datang adalah
calon raja. Maka dilantik dan diangkat sumpah terhadap Sahurata
Ruhupessy menjadi Raja negeri Haruku. Disebutkan juga bahwa karena
merasa ditipu, (dikemudian hari diluruskan karena kesalahpahaman) maka
keluarga besar Risakota memutuskan untuk keluar dari negeri Haruku dan
mencari daerah baru untuk didiami. Sejarah mencatat bahwa saat ini
keluarga fam/ marga Risakota bermigrasi ke negeri Latuhalat di pulau
Ambon dan mengganti fam/ marganya dengan penambahan T sehingga menjadi
Risakotta. Namun sebelum berdomisili di Latuhalat, keluarga Risakotta
pernah mampir di Negeri Kulur.
Semenjak
peninggaln fam/ marga Risakota dari negeri Haruku ke negeri Latuhalat,
maka tanah/ dusun yang mereka tinggalkan, saat ini menjadi hak milik
fam/ marga - marga dari Soa Rumalesi atau Soa Bebas.
Kebenaran
cerita ini masih harus diteliti lebih lanjut agar tidak menjadi
kerancuan dikemudian hari. Sebagai catatan cerita ini buka bertujuan
untuk memecah belah persatuan negeri Haruku atau untuk menimbulkan iri
hati satu sama lain. Hal ini saya masukan semata – mata karena alasan
sejarah. Jika nanti dikemudian hari terbukti bahwa cerita ini tidak
benar, maka catatn sejarah ini akan diluruskan kembali. Sejauh ini saya
pribadi masih mencari kebenarannya.
Selanjutnya
maka pucuk kepemimpinan negeri Haruku diwariskan secara turun temurun
kepada fam/ marga Ferdinandus dari Soa Raja (fam/ marga Ferdinandus ada
juga dari Soa Rumalesi/ Soa Bebas) sampai hari ini. Namun dalam
perjalanannya sempat diselinggi oleh beberapa fam/ marga lain. Alasan
dan penyebabnya pun belum saya temukan.
Persaudaraan Negeri Haruku dan Negeri Samet
Menurut
cerita dan hasil wawancara yang saya lakukan bahwa, pada mulanya Negeri
Samet, SAMASURU RESILOLO berada pada sisi Kanan Negeri Haruku (dilihat
dari laut), yang berada didekat tanjung Batu Kapal. Diceritakan bahwa
pada zaman dahulu kala, rakyat dari negeri Samet sering mendapat
gangguan dan diculik oleh orang – orang asing (Mandar/ Makassar) dan
sangat ketakutan. Untuk itu Raja negeri Samet meminta bantua kepada Raja
dan masyarakat Haruku.
Raja
serta masyarakat negeri Haruku memberi bantuan pada saat terjadi
perang. Kemudian karena tempat asal negeri Samet dirasa tidak cocok
untuk ditinggali, maka Raja dan masyarakat Haruku memberi tanah kepada
Raja dan masyarakat negeri Samet di sebelah Kiri (dilihat dari laut)
negeri Haruku dan sampai sekarang hubungan saudara kedua negeri ini
sangat erat terjaga. Meskipun memiliki struktur adat sendiri – sendiri
namun kedua masyarakat adat ini saling bersatu hati dalam segala hal.
Hal ini kemudian tertuang dalam satu slogan yang sangat manis terdengar:
Haruku Ka Lau, Samet Ka Laut. Haruku ka Dara, Samet Ka Dara.
(Haruku ke laut, Samet ke laut. Haruku ke darat, Samet ke darat.) yang
berarti kesehatian dalam hal apapun, dan segala pekerjaan menjadi ringan
bila dikerjakan bersama.
Fam/ Marga Yang Berasal dari negeri Haruku dan Samet
Karena
adanya ikatan persatuan yang kuat dan ditambah dengan letak geografis
yang sangat berdekatan, maka fam/ marga yang berada di kedua negeri ini
menjadi saling bercampur. Istilah orang Maluku kaluar – maso.
Untuk itu saya berpendapat bahwa meskipun tulisan ini bertujuan untuk
memperkenalkan negeri Haruku, tapi untuk bagian fam/ marga, saya
memasukan juga fam/ marga asal negeri Samet. Adapun Fam/ marga asal
negeri Haruku dan Samet adalah sebagai berikut:
Amahoru,
Bernardus, Bremer, Dobberd, Fasalbessy, Ferdinandus, Hatupué, Hendatu,
Hetharia, Hiskia, Huwai, Joseph, Jordan, Kaihattu, Kakisina,
Kisia/Kissya, Kruytzer, Lappia, Lappi(y), Latuharhari, Latupapua,
Lesimanuaja, Louhanapessy, Maätita, Mantouw, Manuhuttu, Manusama,
Mustamu, Nahuriti, Nirahua, Paijer, Pissireron/Pessireron, Rihia,
Risakahu, Ririmassé, Riupassa/Rieuwpassa, Rugebrecht, Selanno, Silveira,
Singadji/Sangadji, Sitania, Soldenan/Seldinand, Souissa, Tahija,
Talabessy, Titipasanea, Tuahattu, Tuhumuri, Tupamahu, Tutuarima,
Wattimena.
Fam/
marga diatas juga sudah termasuk fam/ marga pendatang yang telah
berdomisili ratusan tahun sehingga menganggap negeri Haruku dan Samet
sebagai negeri mereka sendiri.
Daftar Raja Yang Pernah Memerintah di Negeri Haruku
1540 – 1567 : Hatubessy Risakota (disinyalir sebagai Talabessy Risakota?)
1567 – 1584 : Tunisaha Risakota
1584 – 1608 : Sahurata Ruhupessy (Ferdinandus)
1608 – 1625 : Romentes Ferdinandus
1625 – 1656 : Salvador/ Salvada Ferdinandus
1656 – 1700 : Walling Ferdinandus
1700 – 1729 : Jacob Ferdinandus
1729 – 1749 : Jonas Ferdinandus
1749 – 1778 : Flip Benjamin Ferdinandus
1778 – 1803 : Petrus Ferdinandus (menjadi Pati di Aboru pada tanggal 30 April 1825)
1803 – 1839 : Jacob Chrosneles Ferdinandus
1839 – 1847 : Jacobus Ferdinandus
1847 – 1862 : Kosong
1862 – 1864 : Jacobus Manusama (Ferdinandus)
1864 – 1872 : Bernardus Ferdinandus Calon Raja
1872 – 1884 : Jordan Ferdinandus
1884 – 1888 : Jacob C.D Ferdinandus (dipecat)
1888 – 1940 : Christoffel/ Christofol Manusama (direbut dari Raja Ferdinandus)
1940 – 1946 : Jakomina Manusama (Gelar Tuede Regentes)
1946 – 1949 : Chroneles Rehata (Raja Soya/Bistir Asisten Van Saparua)
1949 – 1978 : Johannes Ferdinandus
1979 – 1980b : Dominggus Ferdinandus (Caretaker)
1980 – 1989 : Berty Ririmase
1989 – 1993 : Michael Talabessy (Caretaker)
1993 – 1996 : Dominggus Nanlohy (Caretaker)
1996 – 2010 : John Polnaya (Caretaker)
2010 – : Sefnath Ferdinandus
Sumber:
Keterangan Raja-raja yang memegang pemerintahan pada Tahun 1540 di
Haruku sesuai perintah Contraleur Saparua membuat Slak Bom Raja-raja
tertanggal 05 April 1907 Nomor 406
Struktur Adat Masyarakat Haruku
Seperti juga halnya di pulau - pulau
atau daerah lain Maluku pada umumnya, struktur masyarakat adat Haruku,
pada hakekatnya, bertumpu pada ikatan hubungan-hubungan kekerabatan
dalam suatu satuan wilayah petuanan (batas-batas tanah, hutan atau laut)
yang menjadi milik bersama semua warga yang hidup di suatu negeri
(pusat pemukiman, kampung atau desa). Para warga negeri tersebut umumnya
masih memiliki hubungan-hubungan darah satu sama lain yang terbagi
dalam beberapa kelompok SOA (marga besar/ clan) yang merupakan himpunan dari semua mata - rumah (keluarga besar, extended family) yang bermarga sama. Karena itu, struktur masyarakat adat di Maluku, dalam kenyataan sehari-harinya, sebenarnya lebih merupakan dasar pembagian fungsi (tugas) komunal belaka.
LATU – PATI:
adalah Dewan Raja Pulau Haruku, yakni badan kerapatan adat antar para
Raja seluruh Pulau Haruku. Tugas utama lembaga ini adalah mengadakan
pertemuan apabila ada keretakan antar negeri (kampung/desa)
mengenai batas-batas tanah atau hal-hal lain yang dianggap sangat
penting. Tetapi, para Raja ini tidak boleh memaksakan kehendaknya
sendiri dan harus mengambil keputusan atas dasar asas kebersamaan dan
dengan cara damai.
RAJA: adalah pucuk pimpinan pemerintahan negeri (pimpinan masyarakat adat). Tugas-tugas utamanya adalah:
(a) menjalankan roda pemerintahan negeri;
(b) memimpin pertemuan-pertemuan dengan tokoh - tokoh adat & tokoh - tokoh masyarakat;
(c) melaksanakan sidang pemerintahan negeri;
(d) menyusun program pembangunan negeri.
SANIRI BESAR: adalah Lembaga Musyawarah Adat Negeri, terdiri dari staf pemerintahan negeri, para tetua adat dan tokoh-tokoh masyarakat. Tugas utamanya adalah sewaktu - waktu mengadakan pertemuan atau persidangan adat lengkap kalau dianggap perlu dengan para anggotanya (tokoh adat dan tokoh masyarakat).
KEWANG: adalah lembaga adat yang dikuasakan sebagai pengelola sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai pengawas pelaksanaan aturan-aturan atau disiplin adat dalam masyarakat. Tugas-tugas utamanya adalah:
(a) menyelenggarakan sidang adat sekali seminggu (pada hari Jumat malam);
(b) mengatur kehidupan perekonomian masyarakat;
(c) mengamankan pelaksanaan peraturan sasi;
(d) memberikan sanksi kepada yang melanggar peraturan Sasi Negeri;
(e) meninjau batas-batas tanah dengan desa atau negeri tetangga;
(f) menjaga sertamelindungi semua sumberdaya alam, baik di laut, kali dan hutan sebelum waktu buka sasi;
(g) melaporkan hal-hal yang tidak dapat terselesaikan pada sidang adat (Kewang) kepada Raja dan meminta agar disidangkan dalam Sidang Saniri Besar.
RAJA: adalah pucuk pimpinan pemerintahan negeri (pimpinan masyarakat adat). Tugas-tugas utamanya adalah:
(a) menjalankan roda pemerintahan negeri;
(b) memimpin pertemuan-pertemuan dengan tokoh - tokoh adat & tokoh - tokoh masyarakat;
(c) melaksanakan sidang pemerintahan negeri;
(d) menyusun program pembangunan negeri.
SANIRI BESAR: adalah Lembaga Musyawarah Adat Negeri, terdiri dari staf pemerintahan negeri, para tetua adat dan tokoh-tokoh masyarakat. Tugas utamanya adalah sewaktu - waktu mengadakan pertemuan atau persidangan adat lengkap kalau dianggap perlu dengan para anggotanya (tokoh adat dan tokoh masyarakat).
KEWANG: adalah lembaga adat yang dikuasakan sebagai pengelola sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai pengawas pelaksanaan aturan-aturan atau disiplin adat dalam masyarakat. Tugas-tugas utamanya adalah:
(a) menyelenggarakan sidang adat sekali seminggu (pada hari Jumat malam);
(b) mengatur kehidupan perekonomian masyarakat;
(c) mengamankan pelaksanaan peraturan sasi;
(d) memberikan sanksi kepada yang melanggar peraturan Sasi Negeri;
(e) meninjau batas-batas tanah dengan desa atau negeri tetangga;
(f) menjaga sertamelindungi semua sumberdaya alam, baik di laut, kali dan hutan sebelum waktu buka sasi;
(g) melaporkan hal-hal yang tidak dapat terselesaikan pada sidang adat (Kewang) kepada Raja dan meminta agar disidangkan dalam Sidang Saniri Besar.
SANIRI NEGERI: adalah
Badan Musyawarah Adat tingkat negeri yang terdiri dari perutusan setiap
soa yang duduk dalam pemerintahan negeri. Tugas utamanya adalah:
(a) membantu menyusun dan melaksanakan program kerja pemerintah negeri;
(b) hadir dalam sidang-sidang pemerintahan negeri;
(c) membantu Kepala Soa dalam melaksanakan pekerjaan negeri yang ditugaskan kepada soa.
KAPITANG: adalah Panglima Perang Negeri. Tugas utamanya adalah mengatur strategi dan memimpin perang pada saat terjadi perang yang melanda negeri.
TUAN TANAH: adalah kuasa pengatur hak - hak tanah petuanan negeri. Tugas utamanya adalah mengatur dan menyelesaikan masalah - masalah dengan desa - desa tetangga yang menyangkut batas - batas tanah serta sengketa tanah petunanan yang terjadi dalam masyarakat.
KEPALA SOA: adalah pemimpin tiap soa yang dipilih oleh masing – masing anggota soa untuk duduk dalam staf pemerintahan negeri. Tugas - tugas utamanya adalah:
(a) membantu menjalankan tugas pemerintahan negeri apabila Raja tidak berada di tempat;
(b) memimpin pekerjaan negeri yang dilaksanakan oleh soa;
(c) sebagai wakil soa yang duduk dalam badan pemerintahan negeri; dan
(d) menangani acara-acara adat perkawinan dan kematian.
SOA: adalah kumpulan beberapa fam/ marga (clan) yang menjalankan tugas:
(a) melaksanakan pekerjaan negeri bila ada titah (perintah) dari Raja melalui Kepala Soa masing - masing;
(b) membantu Kepala Soa menangani dan mempersiapkan semua keperluan bagi keluarga - keluarga anggota soa dalam upacara - upacara perkawinan dan kematian.
MARINYO: adalah pesuruh/ pembantu Raja, sebagai penyampai berita dan titah melalui tabaos (pembacaan maklumat) di seluruh negeri kepada seluruh warga masyarakat
(a) membantu menyusun dan melaksanakan program kerja pemerintah negeri;
(b) hadir dalam sidang-sidang pemerintahan negeri;
(c) membantu Kepala Soa dalam melaksanakan pekerjaan negeri yang ditugaskan kepada soa.
KAPITANG: adalah Panglima Perang Negeri. Tugas utamanya adalah mengatur strategi dan memimpin perang pada saat terjadi perang yang melanda negeri.
TUAN TANAH: adalah kuasa pengatur hak - hak tanah petuanan negeri. Tugas utamanya adalah mengatur dan menyelesaikan masalah - masalah dengan desa - desa tetangga yang menyangkut batas - batas tanah serta sengketa tanah petunanan yang terjadi dalam masyarakat.
KEPALA SOA: adalah pemimpin tiap soa yang dipilih oleh masing – masing anggota soa untuk duduk dalam staf pemerintahan negeri. Tugas - tugas utamanya adalah:
(a) membantu menjalankan tugas pemerintahan negeri apabila Raja tidak berada di tempat;
(b) memimpin pekerjaan negeri yang dilaksanakan oleh soa;
(c) sebagai wakil soa yang duduk dalam badan pemerintahan negeri; dan
(d) menangani acara-acara adat perkawinan dan kematian.
SOA: adalah kumpulan beberapa fam/ marga (clan) yang menjalankan tugas:
(a) melaksanakan pekerjaan negeri bila ada titah (perintah) dari Raja melalui Kepala Soa masing - masing;
(b) membantu Kepala Soa menangani dan mempersiapkan semua keperluan bagi keluarga - keluarga anggota soa dalam upacara - upacara perkawinan dan kematian.
MARINYO: adalah pesuruh/ pembantu Raja, sebagai penyampai berita dan titah melalui tabaos (pembacaan maklumat) di seluruh negeri kepada seluruh warga masyarakat
Strukrtur Masyarakat Adat Negeri Haruku
Fam/ Marga yang Memiliki Jabatan di Negeri Haruku
Berikut ini adalah fam/ marga yang memiliki jabatan pada struktur masyarakat adat negeri Haruku.
· Raja : fam Ferdinandus
· Kewang Darat : fam Kissya
· Kewang Laut : fam Ririmasse
· Kapitan : fam Latuharhary
· Tuan tanah : fam Hendatu
· Soa : > soa Raja : Latuharhary
> soa Suneth : Souissa
> soa Moni : Sitanija
> soa Lesirohi : Talabessy
> soa Rumalesi (bebas) : Ferdinandus
· Marinyo : boleh dari fam/ marga apa saja dan tidak bersifat turunan.
Soa Soa Yang Ada di Negeri Haruku
Soa Raja:
- Latuharhary (kepala Soa)
· Ferdinandus
· Hizkia
· Kissya
· Bernardus
· Hendatu
Soa Suneth:
· Nirahua
· Souissa (kepala soa)
· Kaihattu
· Silvera
Soa Moni:
· Sitania (kepala Soa)
· Mustamu
· Lappy
· Mantouw
· Pesireron
· Jordan
· Huwai
· Lewerissa
Soa Lesirohi
· Talabessy (kepala Soa)
· Ririmasse
· Lesimanuaja
· Sangadji
Soa Rumalesi (bebas)
· Ferdinandus (kepala soa)
· Bremer
· Dobberd
· Mustamu
· Tuahattu
· Wattimena
· Hetharia
· Titapasanea
· Tuhumury
Sasi Ikan Lompa
Di
antara semua jenis dan bentuk sasi di negeri Haruku, yang paling
menarik dan paling unik atau khas desa ini adalah sasi Ikan Lompa
(Trisina baelama; sejenis ikan sardin kecil). Jenis sasi ini dikatakan
khas Haruku, karena memang tidak terdapat di tempat lain di seluruh
Maluku. Lebih unik lagi karena sasi ini sekaligus merupakan perpaduan
antara sasi laut dengan sasi kali. Hal ini disebabkan karena keunikan
ikan lompa itu sendiri yang, mirip perangai ikan salmon yang dikenal
luas di Eropa dan Amerika. Ikan jenis ini dapat hidup baik di air laut
maupun di air kali/ sungai.
Setiap
hari, dari pukul 04.00 dinihari sampai pukul 18.30 petang, ikan ini
tetap tinggal di dalam kali Learisa Kayeli sejauh kurang lebih 1500
meter dari muara. Pada malam hari barulah ikan - ikan ini ke luar ke
laut lepas untuk mencari makan dan kembali lagi ke dalam kali pada subuh
hari. Yang menakjubkan adalah bahwa kali Learisa Kayeli yang menjadi
tempat hidup dan istirahat mereka sepanjang siang hari, menurut
penelitian Fakultas Perikanan Universitas Pattimura Ambon, ternyata
sangat miskin unsur – unsur plankton sebagai makanan utama ikan-ikan.
Walhasil, tetap menjadi pertanyaan sampai sekarang: dimana sebenarnya
ikan lompa ini bertelur untuk melahirkan generasi baru mereka?
Bibit
atau benih (nener ikan lompa biasanya mulai terlihat secara berkelompok
di pesisir pantai Haruku antara bulan April sampai Mei. Pada saat
inilah, sasi lompa dinyatakan mulai berlaku (tutup sasi). Biasanya, pada
usia kira-kira sebulan sampai dua bulan setelah terlihat pertama kali,
gerombolan anak-anak ikan itu mulai mencari muara untuk masuk ke dalam
kali.
Hal-hal
yang dilakukan Kewang sebagai pelaksana sasi ialah memancangkan tanda
sasi dalam bentuk tonggak kayu yang ujungnya dililit dengan daun kelapa
muda (janur). Tanda ini berarti bahwa semua peraturan sasi ikan lompa
sudah mulai diberlakukan sejak saat itu, antara lain:
1.
Ikan - ikan lompa, pada saat berada dalam kawasan lokasi sasi, tidak
boleh ditangkap atau diganggu dengan alat dan cara apapun juga.
2. Motor laut tidak boleh masuk ke dalam kali Learisa Kayeli dengan mempergunakan atau menghidupkan mesinnya.
3. Barang-barang dapur tidak boleh lagi dicuci di kali.
4.
Sampah tidak boleh dibuang ke dalam kali, tetapi pada jarak sekitar 4
meter dari tepian kali pada tempat – tempat yang telah ditentukan oleh
Kewang.
5.
Bila membutuhkan umpan untuk memancing, ikan lompa hanya boleh
ditangkap dengan kail, tetapi tetap tidak boleh dilakukan di dalam kali.
Bagi
anggota masyarakat yang melanggar peraturan ini akan dikenakan sanksi
atau hukuman sesuai ketetapan dalam peraturan sasi, yakni berupa denda.
Adapun untuk anak-anak yang melakukan pelanggaran, akan dikenakan
hukuman dipukul dengan rotan sebanyak 5 kali yang menandakan bahwa anak
itu harus memikul beban amanat dari lima soa (marga besar) yang ada di
Haruku.
Pada
saat mulai memberlakukan masa sasi (tutup sasi), dilaksanakan upacara
yang disebut panas sasi. Upacara ini dilakukan tiga kali dalam setahun.
Dimulai sejak benih ikan lompa sudah mulai terlihat. Upacara panas sasi
biasanya dilaksanakan pada malam hari, sekitar jam 20.00. Acara dimulai
pada saat semua anggota Kewang telah berkumpul di rumah Kepala Kewang
dengan membawa daun kelapa kering (lobe) untuk membuat api unggun.
Setelah melakukan doa bersama, api induk dibakar dan rombongan Kewang
menuju lokasi pusat sasi (Batu Kewang) membawa api induk tadi. Di pusat
lokasi sasi, Kepala Kewang membakar api unggun, diiringi pemukulan
tetabuhan (tifa) bertalu – talu secara khas yang menandakan adanya lima
soa (marga besar) di negeri Haruku.
Pada
saat irama tifa menghilang, disambut dengan teriakan Sirewei (ucapan
tekad, janji, sumpah) semua anggota Kewang secara gemuruh dan serempak.
Kepala Kewang kemudian menyampaikan Kapata (wejangan) untuk menghormati
negeri dan para datuk serta menyatakan bahwa mulai saat itu, di laut
maupun di darat, sasi mulai diberlakukan (ditutup). Seperti biasanya,
sekretaris Kewang bertugas membacakan semua peraturan sasi lompa dan
sanksinya agar tetap hidup dalam ingatan semua warga desa. Upacara ini
dilakukan pada setiap simpang jalan dimana tabaos (titah, maklumat)
biasanya diumumkan oleh Marinyo kepada seluruh warga dan baru selesai
pada pukul 22.00 malam di depan Baileo (Balai Desa) dimana sisa lobe
yang tidak terbakar harus di buang ke dalam laut.
Setelah
selesai upacara panas sasi, dilanjutkan dengan pemancangan tanda sasi.
Tanda sasi ini biasanya disebut kayu buah sasi, terdiri dari kayu buah
sasi mai (induk) dan kayu buah sasi pembantu. Kayu ini terbuat dari
tonggak yang ujungnya dililit dengan daun tunas kelapa (janur) dan
dipancangkan pada tempat-tempat tertentu untuk menentukan luasnya daerah
sasi.
Menurut
ketentuannya, yang berhak mengambil kayu buah sasi mai dari hutan
adalah Kepala Kewang Darat untuk kemudian dipancangkan di darat. Adapun
Kepala Kewang Laut mengambil kayu buah sasi laut atau disebut juga kayu
buah sasi anak (belo), yakni kayu tongke (sejenis bakau) dari dekat
pantai, kemudian dililit dengan daun keker (sejenis tumbuhan pantai
juga) untuk dipancangkan di laut sebagai tanda sasi. Luas daerah sasi
ikan lompa di laut adalah 600 x 200 meter, sedang di darat (kali) adalah
1.500 x 40 meter mulai dari ujung muara ke arah hulu sungai.
Setelah
ikan lompa yang dilindungi cukup besar dan siap untuk dipanen (sekitar
5-7 bulan setelah terlihat pertama kali), Kewang dalam rapat rutin
seminggu sekali pada hari Jumat malam menentukan waktu untuk buka sasi
(pernyataan berakhirnya masa sasi). Keputusan tentang "hari-H" ini
dilaporkan kepada Raja Kepala Desa untuk segera diumumkan kepada seluruh
warga.
Upacara
(panas sasi) yang kedua pun dilaksanakan, sama seperti panas sasi
pertama pada saat tutup sasi dimulai. Setelah upacara, pada jam 03.00
dinihari, Kewang melanjutkan tugasnya dengan makan bersama dan kemudian
membakar api unggun di muara kali Learisa Kayeli dengan tujuan untuk
memancing ikan ikan lompa lebih dini masuk ke dalam kali sesuai dengan
perhitungan pasang air laut. Biasanya, tidak lama kemudian, gerombolan
ikan lompa pun segera berbondong – bondong masuk ke dalam kali. Pada
saat itu, masyarakat sudah siap memasang bentangan di muara agar pada
saat air surut ikan-ikan itu tidak dapat lagi keluar ke laut.
Tepat
pada saat air mulai surut, pemukulan tifa pertama dilakukan sebagai
tanda bagi para warga, tua – muda, kecil – besar, semuanya bersiap -
siap menuju ke kali. Tifa kedua dibunyikan sebagai tanda semua warga
segera menuju ke kali. Tifa ketiga kemudian menyusul ditabuh sebagai
tanda bahwa Raja, para Saniri Negeri, juga Pendeta, sudah menuju ke kali
dan masyarakat harus mengambil tempatnya masing – masing di tepi kali.
Rombongan Kepala Desa tiba di kali dan segera melakukan penebaran jala
pertama, disusul oleh Pendeta dan barulah kemudian semua warga
masyarakat bebas menangkap ikan - ikan lompa yang ada.
Biasanya,
sasi dibuka selama satu sampai dua hari, kemudian segera ditutup
kembali dengan upacara panas sasi lagi. Catatan penelitian Fakultas
Perikanan Universitas Pattimura pada saat pembukaan sasi tahun 1984
menunjukkan bahwa jumlah total ikan lompa yang dipanen pada tahun
tersebut kurang - lebih 35 ton berat basah: suatu jumlah yang tidak
kecil untuk sekali panen dengan cara yang mudah dan murah. Jumlah
sebanyak itu jelas merupakan sumber gizi yang melimpah, sekaligus
tambahan pendapatan yang lumayan, bagi seluruh warga negeri Haruku.
Masalahnya kini adalah: sampai kapan semua itu bisa bertahan?
Perusakan
lingkungan (habitat) terumbu karang di pantai Haruku oleh pemboman liar
pihak - pihak yang tidak bertanggungjawab tetap berlangsung sampai saat
ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat (melalui Kewang)
untuk mencegah semakin meluasnya perusakan tersebut, bahkan sampai ke
tingkat memperkarakannya di pengadilan dan kepolisian. Namun, semua
upaya itu nyaris buntu semua, seringkali hanya karena penduduk Haruku
adalah rakyat kecil yang sederhana dan awam yang tidak memiliki saluran
ke pusat-pusat kekuasaan yang berwenang. Dalam keadaan nyaris putus asa
dan bingung, seringkali rakyat Haruku merasa bahwa bahkan Hadiah
Kalpataru 1985 bagi mereka, lengkap dengan tugu peringatannya di depan
Balai Desa Haruku, sama sekali tidak bermakna apa - apa untuk mencegah
para perusak lingkungan tersebut.
Legenda Ikan lompa
Menurut
tuturan cerita rakyat Haruku, konon, dahulu kala di kali Learisa Kayeli
terdapat seekor buaya betina. Karena hanya seekor buaya yang mendiami
kali tersebut, buaya itu dijuluki oleh penduduk sebagai "Raja Learisa
Kayeli". Buaya ini sangat akrab dengan warga negeri Haruku. Dahulu,
belum ada jembatan di kali Learisa Kayeli, sehingga bila air pasang,
penduduk Haruku harus berenang menyeberangi kali itu jika hendak ke
hutan. Buaya tadi sering membantu mereka dengan cara menyediakan
punggungnya ditumpangi oleh penduduk Haruku menyeberang kali. Sebagai
imbalan, biasanya para warga negeri menyediakan cincin yang terbuat dari
ijuk dan dipasang pada jari - jari buaya itu. Pada zaman datuk - datuk
dahulu, mereka percaya pada kekuatan serba - gaib yang sering membantu
mereka. Mereka juga percaya bahwa binatang dapat berbicara dengan
manusia. Pada suatu saat, terjadilah perkelahian antara buaya - buaya di
pulau Seram dengan seekor ular besar di Tanjung Sial. Dalam perkelahian
tersebut, buaya - buaya Seram itu selalu terkalahkan dan dibunuh oleh
ular besar tadi. Dalam keadaan terdesak, buaya - buaya itu datang
menjemput Buaya Learisa yang sedang dalam keadaan hamil tua. Tetapi,
demi membela rekan - rekannya di pulau Seram, berangkat jugalah sang
"Raja Learisa Kayeli" ke Tanjung Sial.
Perkelahian
sengit pun tak terhindarkan. Ular besar itu akhirnya berhasil dibunuh,
namun Buaya Learisa juga terluka parah. Sebagai hadiah, buaya - buaya
Seram memberikan ikan - ikan lompa, make dan parang parang kepada Buaya
Learisa untuk makanan bayinya jika lahir kelak. Maka pulanglah Buaya
Learisa Kayeli ke Haruku dengan menyusur pantai Liang dan Wai. Setibanya
di pantai Wai, Buaya Learisa tak dapat lagi melanjutkan perjalanan
karena lukanya semakin parah. Dia terdampar disana dan penduduk setempat
memukulnya beramai - ramai, namun tetap saja buaya itu tidak mati. Sang
buaya lalu berkata kepada para pemukulnya: "Ambil saja sapu lidi dan
tusukkan pada pusar saya". Penduduk Wai mengikuti saran itu dan menusuk
pusar sang buaya dengan sapu lidi. Dan, mati lah sang "Raja Learisa
Kayeli" itu.
Tetapi,
sebelum menghembuskan nafas akhir, sang buaya masih sempat melahirkan
anaknya. Anaknya inilah yang kemudian pulang ke Haruku dengan menyusur
pantai Tulehu dan malahan kesasar sampai ke pantai Passo, dengan membawa
semua hadiah ikan - ikan dari buaya - buaya Seram tadi. Karena lama
mencari jalan pulang ke Haruku, maka ikan parang - parang tertinggal di
Passo. Sementara ikan lompa dan make kembali bersamanya ke Haruku.
Demikianlah, sehingga ikan lompa dan make (Sardinilla sp) merupakan
hasil laut tahunan di Haruku, sementara ikan parang - parang merupakan
hasil ikan terbesar di Passo.
Sumber : http://kewang-haruku.org/
Pela Nolloth
Pela
antara orang dari negeri Haruku adalah dengan negeri Noloth di pulau
Saparua. Ceritanya bermula ketika, anak perempuan bapa Raja Negeri
Haruku bernama nona Aihua Pareta Narani yang cantik dan menawan itu pada
suatu hari sedang berdiri di depan pantai. Raja Noloth yang bernama
Markus Risaluan yang sedang berlayar di sekitar pulau itu melihat sang
putri Bapa Raja seketika ia jatuh cinta. Ia perintahkan perahunya
mendarat dan berkenalan dengan sang putri. Raja Noloth lalu kembali ke
Saparua untuk mempersiapkan peminangan. Ketika raja Noloth dan
rombongannya datang, ia mendapati sang putri telah menjadi jasad akibat
wabah penyakit yang melanda negeri Haruku. Karena cintanya yang tulus,
Raja Noloth minta dikawinkan dengan jasad sang putri. Sejak itu antara
negeri Haruku dan negeri Noloth dinyatakan pela kawin.
Dan
sampai sekarang masyarakat negeri Haruku menganggap masyarakat Nolloth
sebagai kakak, dan hubungan kedua negeri ini terjalin dalam semua sendi
kehidupan. Contohnya ketika ada perlombaan Arumbai (perahu) maka
persekutuan ini selalu keluar bersama dengan nama NOHASA (Nolloth,
Haruku dan Samet). Dipercaya jika salah satu dari ke tiga negeri ini
keluar dengan memakai nama negeri sendiri, maka akan terjadi malapetaka
bagi mereka. Hal ini pernah terjadi pada sodara pela Nolloth.
Penutup
Basudara ana – cucu negeri Haruku dimana pun berada demikian sekilas cerita tentang Negeri Haruku. Beta Alvin Talabessy
mewakili sebagian basar ana – cucu Haruku yang mencintai sejarah batong
pung tanah, sangat mengharapkan masukan dan informasi tambahan dari opa
– oma, oom – tante, bu – usi, ade – kaka deng basudara samua supaya
kedepannya batong pung sejarah Negeri Haruku bisa lebih lengkap dan
berguna voor batong sandiri.. Maju tarus ana – cucu PELASONA NANUROKO!!
“Ite amani nala, riamatai kawa e, ite amani nala, atou e ta’ele”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar